Minggu, 19 April 2009

Thailand Emergency, Indonesia berikutnya?

thailand

Thailand Emergency / www.dailymail.co.uk

Thailand saat ini berada dalam krisis politik yang parah. Bisa dikatakan situasinya sudah emergency. Perkembangan setiap detik semakin memanas. Apalagi saat PM Abhisit mengancam akan menggunakan kekerasan untuk melawan para demonstran. Kota Bangkok nyaris lumpuh.

Setiap terjadi krisis di Thailand, kenangan luka lama seolah terkuak. Karena beberapa krisis yang pernah terjadi di Thailand tak bisa dihindari juga merambat ke Indonesia, dalam skala yang berbeda-beda.

Di tahun 1997, krisis ekonomi yang bermula di Thailand, menghempas Indonesia dalam hitungan singkat ke dalam krisis multidimensi. Di bulan Desember 2006, saat Thailand menerapkan kontrol arus modal, Indonesia juga terkena dampaknya. Kepercayaan investor asing sempat goyah karena mereka khawatir apa yang terjadi di Thailand, terjadi juga di Indonesia.

Di bidang politik dan keamanan demikian pula. Saat Bandara Internasional Suvarnabhumi diboikot pada tahun 2008 oleh para pendukung Thaksin, banyak investor asing buru-buru mengamankan portfolionya yang ada di wilayah regional, termasuk Indonesia. Sebagian kabur tak bilang-bilang. Tapi sebagian pamit dengan sopan. Saat itu, saya ingat dalam satu hari menerima lebih dari lima orang portfolio manager asing yang menanyakan kabar ekonomi Indonesia. Sejujurnya, mereka was-was apa yang terjadi di Thailand akan menimpa Indonesia. Sebagian, terang-terangan berkata akan hengkang dari Indonesia. Kita tak bisa berbuat apa, memang itu uang mereka. Dan kita juga tidak bisa melarang.

Karakteristik ekonomi antara Thailand dan Indonesia yang seperti memiliki aliran darah sama, memang menjadikan kekhawatiran itu beralasan. Struktur ekspor, sektor ekonomi, dan keuangan kedua negara nyaris sama. Oleh karenanya, saat Thailand meriang, Indonesia ikut gelisah. Saat Thailand ambruk, Indonesia amblas.

Meski krisis yang terjadi saat ini berbeda skalanya, pasar keuangan kadang tidak rasional. Secara fundamental, kondisi politik di Indonesia saat ini jauh lebih baik dari Thailand. Pemilu demokratis di Indonesia berlangsung dengan damai dan aman. Stabilitas politik dan keamanan di Indonesia juga jauh lebih baik. Apa yang terjadi di Thailand telah pernah kita lalui di tahun 1998, dan kita tak mau mengulanginya.

Tapi pasar bukan aliran fundamentalis, mereka lebih sentimentalis. Pasar lebih mengutamakan insting. Terlepas dari benar atau tidaknya. Mereka tak menerima dengan mudah begitu saja berbagai perbaikan yang ada di Indonesia. Satu hal yang mencengangkan adalah, meski Thailand dilanda krisis politik, kepercayaan investor asing ke Thailand masih lebih baik dari Indonesia.

cds

CDS Indonesia tertinggi / Lap Perekonomian Ind 2008

Indikator yang saat ini dipakai para investor adalah apa yang dinamakan CDS atau currency default swap. Ini adalah produk pasar keuangan yang menjamin kemungkinan terjadinya default atau gagal bayar pemerintah di suatu negara. Kalau CDS-nya tinggi, berarti risiko negara itu akan gagal juga tinggi. Saat ini di ASEAN, Indonesia mencatat angka CDS tertinggi (di atas 600, dibandingkan negara lain yang di bawah 500). Bagi beberapa kalangan investor, ini menunjukkan risiko yang tinggi untuk berinvestasi di Indonesia.

Hal itu menjelaskan mengapa arus modal asing masih masuk ke Thailand dalam beberapa tahun belakangan ini, meski krisis politik mulai memanas. Dengan berbagai instabilitas, kudeta, dan pemerintahan militer yang otoriter saat Samak menjadi PM, pertumbuhan ekonomi Thailand masih tumbuh berkisar di angka 4-5%. Investasi asing, turisme, dan sektor pertanian di Thailand juga masih tumbuh.

Namun, apabila krisis Thailand berlangsung terus menerus, kepercayaan itu sudah pasti akan tergerus. Saat ini saja, pemerintah Thailand mulai mengkhawatirkan anjloknya perekonomian Thailand dan hilangnya kepercayaan internasional akibat demonstrasi berkepanjangan. Sektor turisme yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan Thailand (6% dari GDP) diperkirakan akan anjlok. Dibatalkannya KTT di Pattaya juga sungguh mencoreng muka Thailand di dunia internasional. Pada akhirnya, apabila investor tidak memperoleh kepastian, kepercayaan akan runtuh.

Krisis di Thailand sekiranya dapat menjadi pelajaran bagi ekonomi Indonesia untuk berbenah diri dan merenung lebih dalam. Di bidang ekonomi, upaya melakukan pembenahan struktural menjadi penting. Hal ini perlu untuk membangun kepercayaan dunia internasional pada ekonomi Indonesia. Di bidang politik, upaya menjaga stabilitas juga penting. Ekonomi dan politik adalah saudara kembar yang tak bisa dipisahkan.
Thailand, yang kondisi ekonominya lebih baik dari Indonesia, bisa kehilangan kepercayaan dengan krisis politik yang berkepanjangan. Oleh karenanya kita perlu menjaga kondisi ekonomi Indonesia yang masih rentan saat ini agar jangan sampai goyah karena munculnya krisis politik, ataupun perebutan kekuasaan yang tidak wajar. Mudah-mudahan pemilu yang aman dan damai dapat terus berlangsung selama 2009 di Indonesia. Dengan demikian, krisis Thailand kali ini tidak menular ke Indonesia. Dan semoga krisis itu lekas berakhir.

Junanto Herdiawan


Tidak ada komentar:

Comments

Photobucket